Powered By Blogger

Selasa, 15 November 2011

TAHU KAH ANDA ???


TAHU KAH ANDA ???


Tanpa stimulasi tepatmilyaran sel otak 

buah hati anda belum tentu bersinergi 

optimal. Mau tahu salah satu cara 

meningkatkan kinerja otak buah hati anda ?


Inilah jawabannya
Mainan edukatif yang membantu anak anda untuk menstimulasi kemampuan berfikir danmengkoordinasikan kemampuan sensor motorik halus dan kasar buah hati anda. 

APA MANFAAT MAINAN EDUKATIF :

Melatih kemampuan motorik
Stimulasi untuk motorik halus diperoleh saat anak menjemput mainannyameraba,memegang dengan kelima jarinyaSedangkan rangsangan motorik kasardidapat anak saat menggerak-gerakan mainannyamelemparmengangkat,dan sebagainya.
Melatih konsentrasi
Contoh saat menyusun paselkatakanlah anak dituntut untuk fokus pada gambar ataubentuk yang ada didepannya--ia tidak berlari-larian atau melakukan aktivitasfisik lain. Sehingga kosentrasinya bisa lebih tergaliTanpa konsentrasi bisajadi hasilnya tidak memuaskan.
Mengenalkan konsep sebab akibat
Contoh dengan memasukan benda kecil kedalam benda yang besar anak akan memahamibahwa benda yang lebih kecil bisa dimuat dalam benda yang lebih besar.Sedangkan benda yanng lebih besar tidak masuk kedalam benda yang lebihkecilIni adalah pemahaman konsep sebab akibat yang sangat mendasar.
Melatih bahasa dan wawasan
Permainan edukatif sangat baik bila dibarengi dengan penurutan cerita. Hal ini akanmemberikan manfaat tambahan buat anakyakni meningkatkan kemampuanberbahasa juga keluasaan wawasannya.
Mengenalkan warna dan bentuk
Dari mainan edukatifanak dapat mengenal ragam/variasi bentuk dan warna

KAPAN MAINAN EDUKATIF MULAI DIARAHKAN

Tentu sedini mungkinSejak usia batitasodori anak anda dengan berbagai jenispermainan baik dengan mainan edukatif ataupun bukanSekedar mengingatkansajaperkembangan otak anak di usia ini masuk dalam fase emas (the golden age)atau si otak kecil sedang mengalami perkembangan yang sangat pesatKarenaitulah stimulasi amat diperlukanSemakin banyak stimulasi maka koneksi antarsyarafnya semakin banyak terhubung.
Anak yang sudah akrab dengan mainan edukatif sejak diniperkembangan kecerdasannyaakan terlihat lebih maksimalIa lebih mampu berkosentrasikreatifserta tekun.Sementara yang tidakbiasanya akan lebih tertinggal dalam masalah intelektualAnak-anak yang tidak diperkenalkan dengan mainan edukatif akan lebih sulit untuk belajarmengenai bentuk dan warnaMereka juga tidak terbiasa untuk duduk tenang sertatekun. Hal ini dapat membuat anak menjadi sulit diarahkan untuk berkosentrasimenyelesaikan tugas-tugas yang diberikan nanti.

BAGAIMANA MENGOPTIMALKANNYA

CONTOH PERMAINAN
Untuk anak 1 tahun :
 Permainan memasaukan benda kedalam wadah atau menumpuk 
benda 
Untuk anak 2 tahun :
Pasel rumah-rumahanbuahbinatang dengan 2-3 pecahanUntuk menyusun paseltersebut tentu dibutuhkan keterampilan sehingga anak akan dirangsang untukmengembangkan kemampuannya.
Untuk Anak 2, 5-3 tahun :
Bila sebelumnya pasel diberikan hanya beberapa keping sajakini tingkatkan denganpasel yang mempunyai beberapa keping
Permainan merancang bangun juga sudah bisa diberikan untuk merangsang koordinasimotoriknyaAnak sudah bisa membuat susunan bangunan ke atas sambilmengimajinasikan bentuk apa yang sedang dibuatnya meskipun masih belumberbentuk jelasKetika anak mampu bermain rancang bangunberilah apresiasiagar anak merasa dihargaiHindari mencemooh yang akan memerosotkanmotivasinya dalam 

Jumat, 24 Juni 2011

Mengatasi Anak yang Lagi Mengamuk




Si kecil mengalami tantrum (emosi meledak dan merengek mendadak) di tengah umum? Jangan diladeni. Ajak ke tempat sepi hingga ia berhenti, lalu tawarkan pelukan.
GramediaShop : Mafalda Iii
GramediaShop : Petualangan Tom Sawyer
KOMPAS.com — Anak yang mengamuk di tempat publik mungkin akan membuat Anda sangat malu. Sebagian orangtua juga sering tidak tahu harus berbuat apa sehingga memilih untuk "bernegosiasi" dengan anak, yang penting dia tidak lagi menjerit dan berguling-guling di lantai. Namun, sebenarnya ada yang perlu diketahui seputar perilaku tantrum (mengamuk) yang dilakukan anak.

Menurut Dr Brenna E Lorenz, peneliti dari University of Guam, kita perlu memahami mengapa anak mengalami tantrum. Ia mengamuk karena dorongan amarah dari dalam dirinya. Sementara, kemarahan ini berakar dari rasa takut. Misalnya, "Kalau saya tidak mendapat mainan ini sekarang, sampai kapan pun saya tidak akan dibelikan orangtua saya." Rasa takut ini kemudian digantikan oleh rasa sedih karena merasa dia tidak mendapat hal yang ia inginkan. Itu sebabnya, ia menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan.

Sebagai orangtua, hal terbaik yang perlu dilakukan pada situasi seperti ini bukanlah menyerah pada keinginan anak dan memenuhinya. Meskipun hal ini adalah solusi paling mudah, terutama apabila Anda sudah lelah atau masih harus mengurus anak lainnya. Sekali Anda menyerah, anak akan kembali melakukan hal yang sama karena ia tahu dengan cara itu ia bisa mendapatkan keinginannya. Untuk itu, Anda perlu lebih banyak berbicara dengan anak agar ia terbiasa untuk mengemukakan emosinya dengan cara yang lebih positif.

Lorenz juga memberikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan orangtua saat anak mengamuk:
1. Tetaplah tenang dan berpikir jernih. Berfokuslah pada penyebab dia mengamuk dan abaikan perilaku buruknya, hingga akhirnya ia menyadari bahwa cara "berkomunikasi" seperti itu tidak membuahkan hasil.

2. Hindari menghukum anak. Berteriak atau bahkan memukul anak hanya akan membuat tantrumnya menjadi lebih parah. Dalam jangka panjang, perilaku ini akan ia pertahankan.

3. Jangan memberi apa yang ia inginkan. Menyerah pada keinginannya hanya akan membuatnya melegalkan aksi tantrum untuk mendapatkan yang ia inginkan.

4. Jaga agar anak tetap berada dalam keadaan aman meski sedang mengamuk.

5. Apabila memungkinkan, tempatkan dia di tempat yang khusus agar tidak mengganggu atau melukai orang lain ataupun dirinya sendiri.

6. Jangan biarkan reaksi negatif dari orang sekitar Anda memengaruhi bagaimana Anda menangani tantrum anak.

Sumber: Natural Medicine

Sabtu, 28 Mei 2011

Mitos Berat Badan Usai Melahirkan

Rabu, 25/05/2011 13:47 WIB 

Mitos Berat Badan Usai Melahirkan

Vera Farah Bararah - detikHealth

img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Setiap perempuan yang baru saja melahirkan pasti ingin tubuhnya kembali ke bentuk semula. Ada beberapa mitos tentang berat badan setelah melahirkan yang dipercaya banyak perempuan usai melahirkan padahal itu keliru.

Peneliti telah menemukan bahwa kehamilan menjadi salah satu penyebab utama kenaikan berat badan pada perempuan. Hal ini telah diteliti secara ilmiah selama dua dekade terakhir. Tapi bukan berarti seorang perempuan tidak akan gemuk jika ia tidak hamil, karena banyak faktor lain yang bisa mempengaruhinya.

Saat hamil hampir semua bagian tubuh mengalami perubahan, seperti volume darah yang meningkat setidaknya sebesar 15 persen, rahim yang terus membesar untuk menunjang pertumbuhan janin akan membuat otot perut berubah serta penumpukan lemak di beberapa bagian tubuh.

Berikut ini adalah beberapa mitos yang umum seputar berat badan ibu setelah melahirkan, seperti dikutip dari Livestrong, Rabu (25/5/2011) yaitu:

1. 'Jika saya melahirkan melakui operasi caesar, maka dokter bisa sekaligus memotong lemak berlebih di tubuh'
Jenis sayatan untuk bedah caesar bukan seperti pemotongan otot. Karenanya dinding perut tidak berubah kecuali hanya mengalami pembengkakan. Setelah sembuh maka kontur perut akan tetap sama.

2. 'Saya bisa makan dan minum apa saja setelah melahirkan'
Jika ibu menyusui dan memberikan ASI eksklusif pada bayinya, maka ia tidak bisa makan dan minum secara sembarangan. Karena apapun yang dikonsumsinya bisa mempengaruhi susu yang dihasilkan.

3. 'Saya bisa mendapatkan perut rata jika saya melakukan treadmill'
Otot-otot rektus yang menjadi tempat dari perut six-pack akan keluar selama kehamilan dan persalinan. Ketika seseorang telah memiliki bayi maka bentuknya akan seperti diamond atau tonjolan. Karena itu tidak bisa mendapatkan perut rata dengan melakukan treadmill, tapi butuh waktu tertentu untuk membuatnya kembali normal.

Biarkan tubuh melakukannya sendiri, karena seperti pada otot panggul akan mengalami trauma selama hamil dan melahirkan, sehingga butuh waktu sedikitnya 6 minggu dalam proses penyembuhannya.

Karenanya diperlukan kesabaran agar bisa mendapatkan bentuk badan seperti sebelum hamil atau justru lebih baik. Untuk itu lawanlah dorongan untuk segera melakukan fitnes di pusat kebugaran.

(ver/ir

Tanda-tanda Otak Bayi Ada yang Tidak Beres

Rabu, 25/05/2011 14:44 WIB 

Tanda-tanda Otak Bayi Ada yang Tidak Beres

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth


img
foto: Thinkstock
Jakarta, Risiko gangguan mental dan perkembangan otak bayi paling akurat jika dideteksi melalui skrining hormon. Namun secara kasat mata, beberapa perilaku selama proses tumbuh kembang bayi juga bisa dipakai untuk mendeteksi gangguan tersebut.

Dimulai sejak baru lahir, kondisi otak dikatakan relatif normal jika bayi tersebut langsung menangis. Jika tidak menangis, ada kemungkinan bayi tersebut kekurangan suplai oksigen di otaknya akibat berbagai hal yang bisa mempengaruhi perkembangan otak.

Kondisi lain yang perlu diwaspadai adalah kuning memanjang, atau penyakit kuning yang tidak sembuh hingga lebih dari 20 hari. Bayi yang mengalami kondisi seperti ini berisiko mengalami gangguan pada fungsi otak, sehingga membutuhkan intervensi pengobatan.

Bayi lahir prematur dengan berat badan di bawah 2.500 gram juga berisiko mengalami gangguan perkembangan otak. Tiap tahun, kondisi berat badan kurang diperkirakan terjadi pada 550 ribu bayi di Indonesia atau 11,5 persen dari 5 juta angka kelahiran dalam setahun.

"Perkembangan otak pada bayi baru lahir normalnya baru 42 persen, lalu pada usia sekitar 6 tahun sudah akan mencapai 98 persen. Kita menyebut 6 tahun pertama sebagai golden period sehingga harus dioptimalkan," ungkap Ketua Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Indonesia, Dr dr Tb Rachmat Sentika, SpA, MARS usai seminar Skrining Bayi Baru Lahir untuk Mencegah Keterbelakangan Mental di Hotel Twin Plaza, Jl Jend S Parman, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2011).

Dr Rachmat menambahkan, gangguan perkembangan otak pada bayi juga bisa dipengaruhi oleh kondisi hormon terutama tiroid. Kekurangan hormon tiroid memicu Hipotiroid Kongenital, yang jika terlambat mendapat pengobatan bisa mengakibatkan retardasi atau keterbelakangan mental.

Pemeriksaan hormon tiroid hingga saat ini belum diwajibkan oleh pemerintah, namun Dr Rachmat menilai skrining tersebut sangat penting untuk dilakukan. Hipotiroid Kongenital seringkali baru menampakkan gejala ketika sudah terlambat, yakni setelah bayi berusia 3 bulan.

Gejala Hipotiroid yang tidak tertangani antara lain sebagai berikut:


  1. Lidah membesar (makroglosia)
  2. Sakit kuning berkepanjangan (lebih dari 20 hari)
  3. Pusar bodong (hernia umbilical)
  4. Berat badan dan tinggi badan kurang.

Lebih lanjut Dr Rachmat menambahkan, gangguan perkembangan otak yang bukan dipicu oleh Hipotiroid Kongenital bisa juga diamati dari beberapa indikator sebagai berikut.

1. Kemampuan motorik kasar
Normalnya bayi mulai bisa menegakkan leher di usia 3 bulan, duduk usia 6 bulan, berdiri usia 9 bulan dan berjalan usia 1 tahun. Jika bayi mengalami keterlambatan pada perkembagan kemampuan motorik kasar ini, perlu diwaspadai adanya gangguan pada otaknya.

2. Kemampuan motorik halus
Ditandai dengan gerakan memegang-megang bagian ujung pada telapak tangan di usia 3 bulan, perlahan-lahan mulai bisa memegang daerah yang lebih sempit yakni ujung jari. Kemampuan ini bisa dirangsang atau dipacu dengan Alat Permainan Edukatif (APE).

3. Kemampuan melihat
Bayi harus sudah bisa melihat pada usia 4 bulan. Cara memeriksanya dengan "Ci Luk Ba" yakni memberikan rangsang visual untuk mengajaknya bercanda. Jika bayi tidak memberikan respons tertentu misalnya tersenyum atau tertawa, maka kemungkinan ada gangguan pada otak bayi yang menghambat kemampuannya untuk melihat.

4. Kemampuan mendengar
Normalnya sejak usia 6 bulan dalam kandungan, bayi sudah punya kemampuan untuk mendengar. Karena itu saat bayi baru lahir, perlu dilakukan tes Refleks Moro yakni dengan menepukkan tangan di dekat telinga bayi. Jika bayi tidak menunjukkan refleks mengedipkan mata, perlu diwaspadai adanya gangguan pada perkembagan otaknya.

Kamis, 19 Mei 2011

Yang Mempengaruhi Bentuk Kepala Bayi

Rabu, 18/05/2011 12:34 WIB 

Yang Mempengaruhi Bentuk Kepala Bayi

Vera Farah Bararah - detikHealth


img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Orangtua seringkali mendengar bahwa posisi tidur tertentu bisa membuat bentuk kepala bayi menjadi tidak normal. Beberapa hal memang diketahui bisa mempengaruhi bentuk kepala bayi.

Kebanyakan bayi yang baru lahir memiliki bentuk kepala lonjong atau tidak rata terutama jika dilahirkan secara normal karena harus melewati jalan lahir. Dalam kasus lain kadang terjadi perubahan bentuk kepala akibat terlalu banyak menghabiskan waktu di satu posisi.

Di kepala bayi akan terlihat ada area lembut di bagian atas yang mana tulang tengkorak belum tumbuh secara bersama-sama. Daerah ini disebut dengan fontanels (ubun-ubun) yang membantu bayi melalui jalan lahir sempit. Fontanels ini akan mengeras secara alami ketika berusia 6-20 bulan.

Ukuran kepala bayi akan terus tumbuh seiring dengan bertambahnya volume otak. Tapi karena tulang tengkorak bayi masih mudah dibentuk, maka terlalu banyak menghabiskan waktu dalam satu posisi yang sama bisa mengakibatkan perubahan bentuk kepala bayi, seperti dikutip dari Mayoclinic, Rabu (18/5/2011).

Sebelum daerah fontanels tersebut mengeras, maka bentuk kepala bayi masih bisa berubah-ubah, salah satu caranya adalah dengan mengubah posisi bayi seperti saat ia sedang tidur.

Bentuk kepala bayi yang paling umum adalah molding yaitu terlihat agak lonjong jika dilihat dari atas, tapi jika dilihat dari belakang lebih datar pada satu sisi dan telinga pada sisi datar tersebut mungkin terlihat seperti maju ke depan.

Bentuk kepala ini paling sering terjadi pada bayi yang menghabiskan sebagian besar waktunya terlentang di tempat tidur, kursi mobil atau kursi bayi. Meski begitu ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga bentuk kepala bayi yaitu:

  1. Mengubah arah, jika bayi sering tidur dengan posisi kepala miring ke kiri maka ubahlah ia menghadap kanan, jika perlu berikan ganjal di punggungnya agar lebih stabil posisinya.
  2. Memegang kepala bayi, ketika bayi sedang terjaga cobalah untuk memegang kepalanya agar bisa membantu mengurangi tekanan serta peganglah kepala bayi saat ia sedang makan.
  3. Cobalah sesekali menengkurapkan bayi, tempatkan bayi dalam posisi tengkurap saat bermain atau tidur tapi dengan pengawasan yang ketat terutama jika bayi belum cukup kuat menahan berat kepalanya.
  4. Cobalah menjadi kreatif sehingga memberikan bayi sudut pandang baru dan tidak terpaku pada satu sisi, misalnya dengan memberikan rangsangan berupa suara atau mainan tertentu.
 

Jumat, 04 Maret 2011

Tanda-tanda Bayi Kena Pneumonia

Kamis, 03/03/2011 12:53 WIB 

Tanda-tanda Bayi Kena Pneumonia

InspiredKids - detik health

img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Karena mirip selesma (pilek), pneumonia pada bayi sering diabaikan orangtua. Padahal, dalam satu hari, dua juta orang meninggal dunia akibatpenyakit ini.

Ketua Umum IDAI Dr. Badriul Hegar, SpA(K) mengatakan pneumonia merupakan proses radang akut pada jaringan paru (alveoli) akibat infeksi kuman yang menyebabkan gangguan pernapasan.

"Mungkin karena gejalanya mirip selesma biasa, dan tidak ada efek dramatis, seperti langsung meninggal atau cacat, maka orang sering mengabaikan penyakit ini. Padahal, penyakit ini berbahaya karena dapat menyebabkan kematian pada anak akibat paru-paru tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mendapatkan oksigen bagi tubuh. Hal inilah yang masih banyak belum dipahami para orangtua," ujar Dr. Darmawan Budi Setyanto, SpA(K), Kepala UKK Respiroksi PD-IDAI seperti ditulis, Kamis (3/3/2011).

Kekurangpahaman ini, menurut Budi, harus dibayar mahal. Pneumonia, menurut WHO, merupakan penyebab kematian tunggal pada anak, terbesar di seluruh dunia. Hingga saat ini, pneumonia membunuh hampir dua juta balita, atau sekitar 20% dari seluruh kematian balita di seluruh dunia.

"Angka ini lebih tinggi dari kematian akibat AIDS, malaria, dan campak, jika digabungkan. Setiap tahun, terjadi 155 juta kasus pneumonia di seluruh dunia. Indonesia, merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia," jelasnya.

Balita Paling Rentan

Menurut Budi, pneumonia disebabkan oleh kuman, bisa berupa bakteri atau virus, yang mencapai paru-paru melalui beberapa rute. Pertama, kuman di udara kotor terhirup melalui hidung dan tenggorokan sampai ke paru dan terjadi infeksi. Kedua, menyebar melalui darah.

Bayi baru lahir merupakan kelompok paling rawan yang rentan tertular pneumonia dari ibunya melalui jalan lahirnya saat proses persalinan. Selain bayi, anak-anak dengan sistem imunitas yang rendah juga termasuk kelompok yang rawan terkena pneumonia.

"Balita yang tidak menerima ASI eksklusif, akan kekurangan zat seng. Begitu juga dengan penderita AIDS atau campak, memiliki risiko pneumonia tinggi,” tambah Budi.

Anak-anak yang tinggal di pemukiman yang kumuh, miskin, padat, jorok, dan kotor, juga termasuk kelompok yang beresiko lebih tinggi terkena pneumonia, dibanding kelompok di atas.

"Tempat tinggal mereka itu sangat tinggi polusi serta pajanan asap rokok dan sisa pembakaran," ujar Hegar.

Kenali Gejalanya

Gejala pneumonia pada anak bermacam-macam, tergantung usia dan penyebabnya:

1. Biasanya didahului gejala selesma berupa demam yang disertai batuk dan pilek, sakit kepala, dan hilang nafsu makan.

2. Pada perkembangan selanjutnya, akan timbul 2 gejala penting pneumonia, yaitu napas cepat dan sesak napas.

3. Jika usia anak kurang dari 2 bulan, napasnya lebih cepat dari 60 kali per menit. Jika usianya 2-12 bulan, napasnya lebih cepat dari 50 kali per menit. Sedangkan jika usianya 1-5 tahun, napasnya lebih cepat dari 40 kali per menit.

4. Untuk kategori sesak napas, ditandai dengan napas pendek, hidung kembang kempis.

5. Pada kasus pneumonia berat, terlihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), kejang, penurunan kesadaran dan suhu tubuh.

"Orangtua bisa melakukan penghitungam napas ini di rumah, untuk penentuan awal apakah anaknya mengalami napas cepat atau tidak. Jika memang benar, segera larikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Jika tidak, bisa fatal akibatnya," ujar Budi.

Tidak Selalu Dirawat

Orangtua sebenarnya tidak perlu khawatir membawa anaknya yang sakit pneumonia ke dokter atau rumah sakit. Tidak semua anak dengan peneumonia perlu dirawat di rumah sakit. Jika masih tergolong ringan, anak bisa dirawat oleh keluarganya di rumah.

Cukup dengan pemberian obat antibiotik pilihan dengan dosis tepat dan teratur, dalam 1-2 minggu anak bisa sembuh total, tergantung imunitasnya.

Jika pengobatannya tidak optimal, maka efek jangka panjangnya adalah terjadinya kerusakan organ-organ di paru-paru. Namun, jika gejalanya memburuk maka orangtua harus segera membawa anak kembali ke rumah sakit.

"Tapi anak di bawah 2 tahun yang terkena pneumonia harus dirujuk ke rumah sakit karena berisiko tinggi untuk berkembang menjadi penyakit berat, bahkan kematian," ujar Budi.

Tips mencegah penumonia:
  1. Berikan ASI secara ekslusif kepada bayi selama 6 bulan
  2. Penuhi asupan gizi bayi dan balita, terutama vitamin A dan mineral seng (zinc)
  3. Berikan imunisasi lengkap pada anak, yaitu DPT (untuk mencegah terjadinya batuk rejan/100 hari/pertusis) dan campak (untuk kekebalan terhadap pneumonia dengan mencegah virus campak masuk ke paru-paru), influensa, Hib, dan pneumokokus (agar kebal dari kuman pneumonia).
  4. Jaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dari polusi udara, seperti asap rokok,pembakaran sampah, dan kendaraan.